BUDAYA MINUM TEH DI JEPANG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upacara minum teh merupakan upacara tradisi budaya turun temurun yang silakukan Jepang sejak sebelum zaman edo. Upacara minum teh ini hingga sekarang masih tetap dilestarikan. Upaacara minum teh di Jepang memiliki makna kehidupan yang sangat dalam dan sebuah ajaran tata karma yang baik disamping banyaknya manfaat upacara ini dalam bidang kesehatan
1.2 Tujuan
Tujuan disusunnya makalah “Upacara Minum Teh di Jepang” ini adalah supaya mahasiswa mampu mengerti akan makna dari pacara minum teh di Jepang sebagai pembelajaran hidup dan atauran tata karma yang baik.
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1 Sejarah lahirnya budaya minum teh di Jepang
1.3.2 Sekilas tentang budaya minum teh di Jepang
1.3.3 Manfaat dan tujuan upacara minum teh di Jepang
1.3.4 Prosesi upacara minum teh di Jepang
1.3.5 Makna upacara minum teh di Jepang
1.3.6 Jenis jenis teh yang disajikan dalam upacara minum teh di Jepang
1.3.6.1 Perbedaan teh Jepang dan teh China
1.3.7 Jenis Jenis upacara minum teh di Jepang
BAB II
Budaya Minum Teh di Jepang
2.1 Sejarah lahirrnya budaya minum teh di Jepang
Produksi teh dan tradisi minum teh dimulai sejak zaman Heian setelah teh dibawa masuk ke Jepang oleh duta kaisar yang dikirim ke dinasti Tang. Literatur klasik Nihon Kōki menulis tentang Kaisar Saga yang sangat terkesan dengan teh yang disuguhkan pendeta bernama Eichu sewaktu mengunjungi Provinsi Ōmi di tahun 815. Catatan dalam Nihon Kōki merupakan sejarah tertulis pertama tentang tradisi minum teh di Jepang.
Teh dibuat dengan cara merebus teh di dalam air panas dan hanya dinikmati di beberapa kuil agama Buddha. Penanaman teh lalu mulai dilakukan di mana-mana sejalan dengan makin meluasnya kebiasaan minum teh.
Acara minum teh menjadi populer di kalangan daimyo yang mengadakan upacara minum teh secara mewah menggunakan perangkat minum teh dari Tiongkok. Acara minum teh seperti ini dikenal sebagai Karamono suki dan ditentang oleh nenek moyang ahli minum teh Jepang yang bernama Murata Jukō. Menurut Jukō, minuman keras dan perjudian harus dilarang dari acara minum teh. Acara minum teh juga harus merupakan sarana pertukaran pengalaman spiritual antara pihak tuan rumah dan pihak yang dijamu. Acara minum teh yang diperkenalkan Jukō merupakan asal-usul upacara minum teh aliran Wabicha.
Sampai di awal zaman Edo, ahli upacara minum teh sebagian besar terdiri dari kalangan terbatas seperti daimyo dan pedagang yang sangat kaya. Memasuki pertengahan zaman Edo, penduduk kota yang sudah sukses secara ekonomi dan membentuk kalangan menengah atas secara beramai-ramai menjadi peminat upacara minum teh.
Kalangan penduduk kota yang berminat mempelajari upacara minum teh disambut dengan tangan terbuka oleh aliran Sansenke (tiga aliran Senke: Omotesenke, Urasenke dan Mushanokōjisenke) dan pecahan aliran Senke.
Kepopuleran upacara minum teh menyebabkan jumlah murid menjadi semakin banyak sehingga perlu diatur dengan suatu sistem. Iemoto seido adalah peraturan yang lahir dari kebutuhan mengatur hirarki antara guru dan murid dalam seni tradisional Jepang.
Berbagai aliran upacara minum teh berusaha menarik minat semua orang untuk belajar upacara minum teh, sehingga upacara minum teh makin populer di seluruh Jepang. Upacara minum teh yang semakin populer di kalangan rakyat juga berdampak buruk terhadap upacara minum teh yang mulai dilakukan tidak secara serius seperti sedang bermain-main. Sebagian guru upacara minum teh berusaha mencegah kemunduran dalam upacara minum teh dengan menekankan pentingnya nilai spiritual dalam upacara minum teh.
Memasuki akhir zaman Edo, upacara minum teh yang menggunakan matcha yang disempurnakan kalangan samurai menjadi tidak populer di kalangan masyarakat karena tata krama yang kaku. Masyarakat umumnya menginginkan upacara minum teh yang bisa dinikmati dengan lebih santai. Pada waktu itu, orang mulai menaruh perhatian pada teh sencha yang biasa dinikmati sehari-hari. Upacara minum teh yang menggunakan sencha juga mulai diinginkan orang banyak. Berdasarkan permintaan orang banyak, pendeta Baisaō yang dikenal juga sebagai Kō Yūgai menciptakan aliran upacara minum teh dengan sencha (Senchadō) yang menjadi mapan dan populer di kalangan sastrawan.
2.2 Sekilas tentang budaya upacara minum teh di Jepang
Budaya minum teh merupakan sebuah tradisi yang sudah dilakukan oleh masyarakat Jepang dari dulu yang hingga kini tetao di lestarikan. Upacara minum teh merupakan upacara penyambutan tuan rumah kepada tamu dengan cara menyajikan teh. Upacara minum teh yang diadakan di luar ruangan disebut nodate. Jika di dalam ruangan disebut chato. Biasanya para tuan rumah menyediakan bunga, lukisan, dan keramik yang indah untuk menyambut para tamu dalam upacara minum teh ini.
“Upacara ini mencerminkan kepribadian dan pengetahuan tuan rumah yang mencakup tujuan hidup, cara berpikir, agama, apresiasi peralatan upacara minum teh dan cara meletakkan benda seni dalam ruangan upacara minum teh”[1].
Lukisan dinding yang biasanya dipasang pada ruangan tempat upacara minum teh disebut kakejiku. Bunga yang biasanya dipasang pada ruangan tempat upacara minum teh disebut chabana. Biasanya dalam upacara minum teh menggunakan teh matcha yakni teh yang digiling halus. Upacara minum teh menggunakan matcha disebut matchado. Namun kadang kala juga bias menggunakan teh hijau jenis sencha. Upacara minum teh dengan teh ini disebut senchado. Dalam upacara ini juga disajikan kue manis yakni Okashi.
2.3 Manfaat upacara minum teh di Jepang
Upacara minum teh di Jepang yang sudah menjadi tradisi budaya Jepang turun menurun memiliki banyak manfaat antara lain
Teh yang disajikan baik untuk kesehatan
Teh yang disajikan dalam upacara minum teh memiliki banyak manfaat antara lain :
Memperkuat gigi
Memperkuat daya tahan tubuh
Mencegah hipertensi
Menyegarkan tubuh
Sebagai penetralisir
Menangkal kolestrol
Mencegah kanker
Mengoptimalkan metabolisme gula
Prosesi upacara minum teh merupakan sebuah pembelajaran tata karma
Dalam prosesi upacara minum teh banyak makna makna kehidupan yang terkandung di dalamnya seperti prosesi saling memberi hormat antara tamu dan penerima tamu yang bermakna saling menghormati dan setiap orang harus menghormati tamu. Prosesi pemberian kue manis atau okashi yang mana harus dihabiskan oleh tamu merupakan bentuk penghargaan dari tuan rumah untuk menyambut tamu dan tamu yang mendapat kue okashi harus menghabiskannya sebagai rasa syukur akan pemberian tamu juga sebagai bentuk penghormatan. Pada saat Tea Master membuat teh, setiap gerakan yang dilakukan sangat hati hati dan penuh kesabaran dan tidak boleh tergesa gesa hal ini bermakna seseorang harus melakukan sesuatu secara hati hati dan sabar. Untuk membuat teh dibutuhkan perlengkapan 1 tungku hitam besar, 1 mangkuk disebut Chawan dan 1 wadah berisi bubuk matcha (salah satu jenis teh) yang disebut Natsume, juga ada beberapa peralatan yang sederhana lainnya, salah satunya adalah “kocokan” teh yang terbuat dari bambu yang mekar disebut Chasen, lalu sendok kayu yang panjang pipih untuk mengambil bubuk teh disebut Chasaku dan sendok air yang juga terbuat dari bambu. Meminum teh pun tidak bisa sembarangan. Mangkuk teh yang disajikan diletakkan dengan sangat hati-hati karena yang menyajikan harus memastikan bahwa motif terbaik dari mangkuk teh tersebut harus menghadap ke arah tamu. Karena itu adalah sisi yang paling baik, maka tidak sopan pula bagi tamu untuk meminum langsung dari sisi tersebut. Jadi peminum teh juga harus memutar mangkuk teh agar posisi motif menghadap tuan rumah sebagai tanda terima kasih dan menghormati.
Pertukaran pengalaman spiritual antara pihak tuan rumah dan pihak yang dijamu.
Adanya budidaya teh menambah lapangan usaha masyarakat Jepang
Saat ini, teh daun untuk teh hijau yang tumbuh di daerah selatan yang lebih hangat dari Jepang, dengan sekitar setengah diproduksi di Prefektur Shizuoka. Uji, sebuah distrik dekat kota kuno Kyoto (dan distrik dari mana teh Jepang terbaik berasal dari sampai hari ini) menjadi wilayah teh yang tumbuh pertama di Jepang. Kemudian, perkebunan teh ditanam di Prefektur Shizuoka dan akhirnya ke daerah sekitarnya. Sebanyak sekitar 100.000 ton teh hijau diproduksi per tahun dari 60.000 hektar ladang teh. Hanya teh hijau diproduksi di Jepang.
Meskipun secara tradisional teh hijau diproduksi secara manual, proses ini telah sepenuhnya mekanik di Jepang. Berbagai jenis teh sekarang diproduksi berbeda sesuai dengan praktek-praktek budidaya dan pengolahan metode. Sencha adalah teh dengan tiga tingkat kualitas: tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini dibuat dari tender atas dua daun dan tunas untuk nilai tinggi dan menengah dan dari ketiga dari daun teratas untuk kelas rendah.
Sencha, yang terdiri 80% dari seluruh produksi teh hijau, terdiri dari kecil hijau gelap berbentuk jarum buah. Hampir segera setelah pemetikan, daun dikukus selama sekitar 30 detik untuk menyegel rasa, diikuti dengan pengeringan, menekan, dan rolling langkah.
“Gyokura adalah grade tertinggi teh dan terbuat dari daun paling lembut yang tumbuh di bawah naungan 90% menggunakan tirai bambu. Matcha dibuat dari daun yang sama dan diolah menjadi bentuk bubuk untuk penggunaan eksklusif dalam upacara minum teh. Bancha adalah teh kelas rendah kasar terbuat dari daun tua setelah mengambil Sencha daun dipetik atau diambil di musim panas. Hal ini umumnya terdiri dari daun teh kelas lebih rendah, yang terbagi menjadi dua macam: daun besar, dan daun kecil”[2].
Tujuan adanya upacara minum teh di Jepang
Upacara minum teh merupakan salah satu cara untuk berkomunikasi dengan manusia dan alam sekitar. Upacara minum teh bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang rileks (santai) antara tuan rumah dan tamu.
2.4 Prosesi upacara minum teh di Jepang
Upacara minum teh di Jepang terdiri atas beebrapa prosesi. Berikut prosesi upacara minum teh aliran urasenka :
Tamu masuk dan tuan rumah mempersilakan tamu
Tamu dan penerima tamu saling mengucap salam
Pemberian kue manis bernama Okashi
Saling member salam sesaat setelah pemberian koe Okashi sebagai bentuk rasa hormat
Kue Okashi dimakan menggunakan tusukan bamboo harus dihabiskan untuk menghormati tuan rumah (maka dari itu kue ini biasanya sedikit dan kecil)
Pembuatan teh oleh Tea Master
Setelah teh dibuat lalu disuguhkan kepada tamu dengan mangkuk teh dimana motif mangkuk menghadap tamu sebagai tanda penghormatan
Tamu mengambil mangkuk teh dan juga memutar mangkuk agar motif mangkuk teh menghadap tuan rumah sebanyak 3 kali sebagai tanda terima kasih dan rasa hormat.
Kemudian tamu mulai meminum teh
2.5 Makna upacara minum teh di Jepang
Upacara minum teh di Jepang banyak mengandung makna kehidupan. Setiap prosesi yang ada dalam upacara minum teh di Jepang mengandung setiap makna. Prosesi saling memberi hormat antara tamu dan penerima tamu yang bermakna saling menghormati dan setiap orang harus menghormati tamu. Prosesi pemberian kue manis atau okashi yang mana harus dihabiskan oleh tamu merupakan bentuk penghargaan dari tuan rumah untuk menyambut tamu dan tamu yang mendapat kue okashi harus menghabiskannya sebagai rasa syukur akan pemberian tamu juga sebagai bentuk penghormatan. Pada saat Tea Master membuat teh, setiap gerakan yang dilakukan sangat hati hati dan penuh kesabaran dan tidak boleh tergesa gesa hal ini bermakna seseorang harus melakukan sesuatu secara hati hati dan sabar. Meminum teh pun tidak bisa sembarangan. Mangkuk teh yang disajikan diletakkan dengan sangat hati-hati karena yang menyajikan harus memastikan bahwa motif terbaik dari mangkuk teh tersebut harus menghadap ke arah tamu. Karena itu adalah sisi yang paling baik, maka tidak sopan pula bagi tamu untuk meminum langsung dari sisi tersebut. Jadi peminum teh juga harus memutar mangkuk teh agar posisi motif menghadap tuan rumah sebagai tanda terima kasih dan menghormati.
“Bahwa upacara minum teh itu sakral sifatnya. Sekaligus menggambarkan bahwa “yang penting bukan ketika teh dihirup melainkan bagaimana proses membuatnya”. Dalam proses pembuatan teh lalu menghidangkannya dengan aturan yang gemulai alami membuat kita teringat “diri”, teringat alam, teringat perjalanan hidup, teringat darimana kita datang da ke arah mana kita pergi.
Harmoni, keseimbangan adalah “jalan hidup” yang setiap kali harus di rawat, ditata, dilatih dalam proses gemulai. Halus. Tak terburu buru”[3]
2.6 Jenis jenis teh yang disajikan dalam upacara minum teh di Jepang
Green Tea, atau sering disebut dengan teh hijau. Teh hijau memiliki banyak manfaat oleh sebab itu teh hijau sering digunakan dalam upacara minum teh.
Gyokuro, teh ini tumbuh dengan tidak menerima sinar matahari secara langsung hal ini menjadikan aroma dari teh ini sangat harum.
Matcha, merupakan teh hijau bubuk yang sangat tinggi kualitasnya. Hla ini menjadikan teh ini sering digunakan dalam upacara minum teh di Jepang.
Sencha, teh ini sangat sering ditemui. Dalam upacara minum teh di Jepang sering menggunakan teh ini bias jadi karena mudahnya bahan baku. Teh ini ditanam dengan mendapatkan sinar matahari secara langsung.
Genmaicha, campuran teh maicha dan beras merah yang telah dipanggang.
Kabusecha, merupakan teh yang dilindungi dari sinar matahari daunnya sebelum di panen.
Bancha, merupakan sencha yang dipanen pada musim kedua.
Houjicha, merupakan teh hijau yang dipanggang.
Kukicha, berasal dari tiap pucuk tanaman teh, dengan memetik bagian bunga dan tiga helai daunnya.
Tamaryokucha, merupakan teh yang memiliki aroma yang sangat tajam
2.6.1 Perbedaan teh Jepang dan teh China
Di aras telah disinggung tentang macam macam teh Jepang yang biasa dipakai untuk upacara minum teh di Jepang atau Ocha. Di Cina juga terdapat upacara minum teh. Berikut sekilas tentang teh Cina :
“Negeri Cina menjadi tempat lahirnya teh, disanalah pohon teh Cina (Camellia sinensis) ditemukan dan berasal. Tepatnya di provisnsi Yunnan, bagian barat daya Cina. Iklim wilayah itu tropis dan sub-tropis, dimana daerah tersebut memang secara keseluruhan adalah hutan jaman purba. Daerah demikian, yang hangat dan lembab menjadi tempat yang sangat cocok bagi tanaman teh, bahkan ada teh liar yang berumur 2,700 tahun dan selebihnya tanaman teh yang ditanam yang mencapai usia 800 tahun ditemukan ditempat ini”[4].
“Tanaman Teh Cina (kadang-kadang disebut Camellia sinensis var. sinensis) adalah semak berdaun kecil dengan banyak cabang yang mencapai tinggi sekitar 3 meter dan berasal dari Cina tenggara. tanaman teh pertama yang ditemukan, tercatat dan dipakai untuk menghasilkan teh tiga ribu tahun yang lalu, ia menghasilkan beberapa teh yang terpopuler”[5].
2.7 Jenis jenis upacara minum teh
Adapun jenis jenis upacara minum teh di Jepang antara lain :
Chabako Demae
Upacara minum teh ini menempatkan peralatan minum teh di sebuah kotak khusus.
Ryu-Rei
Teh yang disajikan dalam upacara ini diletakkan dalam meja khusus. Pada awal dan akhir upacara akan dilakukan penghormatan dengan membungkukkan badan. Biasanya tuan rumah memerlukan asisten.
Hakobi Demae
Dilakukan dengan posisi seiza dan peralatan teh dibawa keluar masuk ruangan upacara minum teh.
Urasenka
Upacara jenis ini merupakan jenis upacara yang sangat popular. Biasanya tamu duduk bersimpuh di atas tatami kemudian diberikannya kue oleh tuan rumah untuk dimakan oleh tamu. Upacara minum teh tidak akan dimulai sebelum tamu menghabiskan kue yang dihidangkan tersebut.
Obon Temae
Dalam upacara jenis ini tuan rumah akan membawa peralatan untuk menyajikan teh. Kemudian seluruh peralatan ditutup dengan fukusa. Teh encer akan dihidangkan dengan posisi seiza.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Budaya minum teh merupakan sebuah tradisi yang sudah dilakukan oleh masyarakat Jepang dari dulu yang hingga kini tetao di lestarikan. Upacara minum teh merupakan upacara penyambutan tuan rumah kepada tamu dengan cara menyajikan teh. Upacara minum teh yang diadakan di luar ruangan disebut nodate. Jika di dalam ruangan disebut chato. Biasanya para tuan rumah menyediakan bunga, lukisan, dan keramik yang indah untuk menyambut para tamu dalam upacara minum teh ini.
Lukisan dinding yang biasanya dipasang pada ruangan tempat upacara minum teh disebut kakejiku. Bunga yang biasanya dipasang pada ruangan tempat upacara minum teh disebut chabana. Biasanya dalam upacara minum teh menggunakan teh matcha yakni teh yang digiling halus. Upacara minum teh menggunakan matcha disebut matchado. Namun kadang kala juga bias menggunakan teh hijau jenis sencha. Upacara minum teh dengan teh ini disebut senchado. Dalam upacara ini juga disajikan kue manis yakni Okashi.
3.2 Saran
Mahasiswa diharapkan mampu untuk melestarikan kebudayaan dari negeri mereka dengan berkaca pada Jepang yang mampu melestarikan budaya mereka. Masyarakat Indonesia seharusnya juga bersemangat dalam melestarikan budaya Indonesia hingga terjaga lestari dan tidak diperebutkan oleh bangsa lain.
DAFTAR PUSTAKA
Melati, HP (2008). Teh Magic of Tea, Sejuta khasiat dan kisah dibalik secangkir teh. Cilandak: Hikmah.
Rossi, Are (2010). 1001 Teh, dari asal usul, tradisi, khasiat, hingga racikan teh. Menteng:C.V Andi
Arge, Rahman (2008). 200 kolom pilihan, Permainan kekuasaan. Jakarta :Penerbit Buku Kompas
Vito, Yoseph. Tea. Great Publisher
Media Elektronik Kompas
http://usahamart.wordpress.com/2012/02/24/membuat-teh-hijau/
http://id.wikipedia.org/wiki/Teh
http://id.wikipedia.org/wiki/Camellia_sinensis
[1] Joseph Vito, Teh, hlm. 37.
[2] http://usahamart.wordpress.com/2012/02/24/membuat-teh-hijau/
[3] Rahman Arge, Permainan Kekuasaan, (Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2008) hal. 209
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Teh
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Camellia_sinensis
0 comments:
Post a Comment